Rabu, 12 Desember 2012

BUDIDAYA PADI SISTEM SRI

A.    Latar Belakang
Sistem budi daya pertanian di Indonesia dalam kurun waktu yang panjang mengalami penurunan dalam hal produktivitas, kualitas, dan efisiensi. Penurunan terjadi mulai dari luas lahan garapan yang kian susut akibat terdesak oleh kegiatan industrialisasi dan perumahan. Produktivitas semakin menukik tajam karena banyak lahan yangg hilang kesuburannya akibat penggunaan pupuk kimia yang tidak bijaksanaPemakaian pestisida dan pupuk kimia yang cenderung berlebihan dan tidak terkontrol pasti mengakibatkan keseimbangan alam terganggu, musuh alami hama menjadi punah, sehingga hama dan penyakit tanaman berkembang pesat, dan adanya residu kimia pada hasil panen. Penghematan penggunaan pupuk dan pestisida kimia mutlak harus dilakukan.
Selain itu, krisis lingkungan karena pencemaran perlu disikapi mengingat dampak negatif yang tidak sedikit bagi manusia dan lingkungan. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah harga pupuk dan antihama yang mahal, terkadang langka di pasaran serta faktor kolutif lain. Di antaranya mekanisme pasar yang cenderung memperkaya segelintir orang dan faktor politis yang tidak memihak petani.Dari aspek pengelolaan air, usaha tani sawah pada umumnya dilakukan dengan penggenangan secara terus-menerus, di lain pihak kesediaan air semakin terbatas. Untuk itu, diperlukan peningkatan efisiensi penggunaan air melalui usaha tani hemat air.
Keuntungan lain dari penerapan Budidaya Padi S.R.I adalah mengurangi emisi CH4 karena sawah tidak digenangi. Hal ini merupakan keuntungan lain dari penerapan Budidaya Padi S.R.I. secara luas. Pemerintah Indonesia sudah menyatakan komitmennya untuk berpertisipasi aktif mengurangi emisi gas rumah kaca. Melalui penerapan Budidaya Padi S.R.I. secara luas, emisi metan dari sawah juga akan berkurang secara nyata sehingga secara nasional, Pemerintah Indonesia dapat menunjukkan berpartisipasi aktif dalam menurunkan emisi CH4.
B. Tujuan
Masyarakat dapat mengetahui tentang SRI.Dan juga memahami bagaimana cara budidaya dengan sistem SRI.Sehingga dapat meningkatkan hasil usaha tani dengan mengunakan tehnologi baru.
PRINSIP BUDIDAYA SRI
SRI atau System of Rice Intensification tertumpu pada 4 hal pokok yaitu :
  1. Menanam bibit muda (5 – 15 hari setelah semai)
  2. Menanam 1 bibit pertitik tanam
  3. Mengatur jarak tanam lebih lebar (30 x 30 cm sampai 50 x 50 cm ; di Indonesia, jarak tanam ideal untuk SRI adalah 35 x 35 cm atau 35 x 35 cm)
  4. Manajemen pengairan yang super hemat dengan cara intermitten (terputus ; berselang seling antara pemberian air maksimal 2 cm dan pengeringan tanah sampai retak).  Selain keempat hal tersebut, sangat dianjurkan untuk menggunakan pupuk organik..
1. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dilakukan sesuai anjuran pada sistem konvensional. Sangat dianjurkan untuk memberikan pupuk kandang / kompos / pupuk hijau saat pembajakan tanah. Di sekeliling petakan dibuat parit sedalam 30 – 50cm untuk membantu saat periode pengeringan.
2. Pembibitan
Pembibitan dalam SRI sangat dianjurkan dilakukan dalam kontainer platik, kayu, anyaman bambu yang dilapisi daun pisang, atau apa saja yang dapat digunakan. Hal ini untuk mempermudah saat pindah tanam. Media tanah untuk pembibitan sebaiknya mengandung kompos atau pupuk organik yang baik dengan ketebalan 4-5 cm. Benih diberi perlakuaan khusus agar didapatkan benih yang paling baik. Lihat “Perlakuan Benih Padi”

3. Pindah Tanam
Sebelum pindah tanam sebaiknya lahan telah betul-betul rata dan kemudia dibuat garis tanam dengan menggunakan caplak agar pertanaman teratur dengan jarak tanam seragam. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 30 x 30 cm, 35 x 35 cm, atau pada tanah yang subur dapat diperjarang sampai 50 x 50 cm.Bibit dapat dipindahtanamkan pada umur 5 – 15 hari setelah semai (berdaun 2) dengan jumlah 1 bibit perlubang.
4. Pemupukan.
Pemupukan dilakukan sesuai anjuran setempat, baik dosis maupun teknis pemberian. Hal ini disebabkan karakteristik kesuburan tanah yang berbeda-beda di setiap lokasi. Apabila menggunakan pupuk kandang, dosis pupuk kimia dapat dikurangi sesuai dengan kebutuhan.
5. Penyiangan dan Pengairan
Pengendalian gulma sebaiknya dilakukan sebanyak sekurangnya 3 kali selama masa tanam sesuai dengan kondisi di lapangan. Pengendalian gulma yang baik sebaiknya menggunakan alat weeder (lalandak) yang lebarnya disesuaikan dengan jarak tanam. Gulma yang tercabut dapat dibenamkan atau disisihkan (dalam hal ini bila dominansi jenis gulma yang berumbi seperti teki)
Pengairan atau pemberian air dilakukan secara intermitten atau terputus-putus. Pada awal penanaman, pemberian air dilakukan sampai kondisi minimal macak-macak atau maksimal sekitar 2 cm.

6. Pengendalian Hama dan Penyakit.
Dalam metode SRI, pengendalian hama dilakukan dengan sistim PHT. Dengan system ini, petani diajak untuk bisa mengelola unsur-unsur dalam agroekosistem (seperti matahari, tanaman, mikroorganisme, air, oksigen, dan musuh alami) sebagai alat pengendali hama dan penyakit tanaman. Cara yang dilakukan petani misalnya dengan menempatkan bilah-bilah _isban/ajir di petakan sawah sebagai “terminal” capung atau burung kapinis Selain itu petani juga menggunakan pestisida berupa ramuan yang diolah dari bahan-bahan alami untuk menghalau hama.Untuk pengendalian gulma, metode SRI mengandalkan tenaga manusia dan sama sekali tidak memakai herbisida. Biasanya digunakan alat bantu yang disebut “susruk”. .Ini adalah semacam garu yang berfungsi sebagai alat pencabut gulma. Dengan alat ini, gulma yang sudah tercabut sekaligus akan dibenamkan ke dalam tanah untuk menambah bahan didalam tanah. Perlu diingat, bahwa dalam aplikasi metode SRI, gulma yang tumbuh akan _isbandi banyak karena sawah tidak selalu ada dalam kondisi tergenang air.
7. Panen
Panen dilakukan setelah tanaman menua dengan ditandai dengan menguningnya semua bulir secara merata. Bila bulir digigit tidak sampai mengeluarkan air. Dari pengalaman di lapangan, dengan pemasakan bulir pada SRI lebih cepat terjadi sehingga umur panen lebih cepat dan bulir padi lebih banyak dan lebih padat.

KESIMPULAN
Metode SRI menguntungkan untuk petani, karena produksi meningkat sampai 10 ton/ha, selain itu karena tidak mempergunakan pupuk dan pestisida kimia, tanah menjadi gembur, mikroorganisme tanah meningkat jadi ramah lingkungan. Untuk mempercepat penyebaran metode SRI perlu dukungan dengan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah

DAFTAR PUSTAKA
Kuswara dan Alik Sutaryat, 2003. Dasar Gagasan dan Praktek Tanam Padi Metode SRI (System of Rice Intencification). Kelompok Studi Petani (KSP). Ciamis
Mutakin, J. 2005. Budidaya Keunggulan Padi SRI (Systen of Rice Intencification). Makalah .
Sampurna Untuk Indonesia, 2008. SRI Sytem Rice intensification, Pasuruan





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar